Bab 5: Aku Ingin Hidup dengan Versi yang Lebih Ringan

Beberapa minggu terakhir aku mulai menata ulang hidupku. Bukan dalam arti besar seperti pindah kerja atau mengubah seluruh rutinitas. Tapi lebih ke hal-hal kecil yang selama ini kulewatkan. Misalnya, bangun pagi tanpa langsung membuka media sosial. Menyeduh teh hangat dan menikmatinya pelan-pelan. Menulis satu paragraf di jurnal, meski cuma satu kalimat pun nggak apa-apa.


Aku mulai menyadari satu hal: selama ini aku terlalu berat membawa banyak hal yang bukan milikku. Harapan orang lain. Ekspektasi yang nggak pernah aku sepakati. Tekanan yang diam-diam aku terima tanpa pernah bertanya, “Ini benar-benar aku, atau cuma ingin diterima?”


Dulu aku pikir “dewasa” berarti bisa mengendalikan semuanya. Tapi sekarang aku tahu, dewasa justru tentang memilih mana yang perlu kita genggam, dan mana yang boleh kita letakkan. Dan aku… sudah terlalu lama menggenggam rasa takut dan rasa bersalah.


Hari-hari ini, aku belajar membiarkan hal-hal pergi. Dan rasanya… ringan. Kadang masih ada luka yang berdenyut, tapi tidak seberat dulu. Kadang masih ada malam-malam hampa, tapi aku sudah tidak terlalu panik. Karena aku tahu, semua ini bagian dari prosesku.


Aku mulai mencintai versi diriku yang tidak sempurna. Versi yang suka bingung sendiri, tapi tetap bangun pagi. Versi yang kadang terlalu sensitif, tapi justru karena itu bisa merasakan lebih dalam.


Dan perlahan, aku percaya… versi ringan dari hidupku bukan berarti aku menyerah. Tapi karena aku sudah cukup lelah untuk terus menyiksa diri dengan standar yang bukan milikku.


Aku ingin hidup dengan lebih lembut. Lebih jujur. Lebih ringan.

Dan untuk pertama kalinya, aku merasa—mungkin ini yang sebenarnya disebut “dewasa.”